Kamis, 16 Agustus 2007

Bunda Maria, Bintang Orang Beriman

Oleh : Fr. Salvatore M Sabato, OFMConv.
(Harian Global, Kamis, 16 Agustus 2007)

“Tampaklah suatu tanda besar di langit: seorang Perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.” (Wahyu 12:1).

Penglihatan ini berhubungan langsung dengan Mesias dan jemaatNya/Gereja, wanita yang di Taman Eden dijanjikan Allah sebagai tanda kemenanganNya atau pemulihan harmonis dengan manusia, setelah terputus melalui dosa awal. “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini; antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya.”(Kej 3:15).

Umat Katolik memandang penglihatan wanita itu sebagai terwujudnya kasih Allah melalui Bunda Maria yang pada tanggal 15 Agustus dirayakan pengangkatannya ke surga—dengan jiwa raganya—sama seperti PutraNya Yesus dan sekaligus sebagai tanda bagaimana tujuan akhir setiap orang beriman, yaitu bersatu dalam persekutuan abadi dengan Allah. Bunda Maria yang diangkat ke surga, bagian dari iman dan Credo Katolik, merupakan karya Ilahi dalam diri wanita ini: “Jiwaku memuliakan Tuhan… karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaKu… HambaNya; kuduslah NamaNya” (Lukas 1:46-49).

Dalam peristiwa terhadap wanita ini, kita memandang, sebenarnya, panggilan umat manusia dan Marialah telah mencapai titik abadi, yaitu, bersatu dan utuh, jiwa-raga, dalam cahaya dan kemuliaan selamanya dengan Tuhan. Maria, wanita Nazareth, adalah teman seperjalanan, sepeziarahan, tanda agung iman dan harapan bagi kita. Bunda Maria mengajak kita agar jangan tenggelam dalam budaya yang terarah hanya terhadap yang fana, terhadap yang kelihatan dan yang dapat memenuhi selera setingkat kefanaan melulu.

Pada jaman ini, jaman yang gagah dan haus pada yang berkilat dan indrawi, Bunda Maria mendorong manusia yang “segambar dan secitra” Allah agar jangan kehilangan arah dan tujuan akhir hidup, jangan bersikap acuh, egois dan sinis. Dengan memandang wanita ini, kita dapat mengatasi godaan, ketidakpuasan serta keterikatan yang gila di bumi ini serta mensyukuri kemurahan dan kebaikan Tuhan: “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya.” (Lukas 1:46-47).

Dalam diri wanita ini segalanya menjadi besar, luhur dan bernilai. Dengan memandangNya kehidupan kita menjadi suatu panggilan yang penuh tanggungjawab. Kebesaran hidup manusia tidak bergantung pada uang, materi dan golongan di dalam masyarakat, melainkan pada kesetiaan, kesanggupan dan keterlibatan untuk menjadikan bumi ini layak dihuni dan mengembangkannya setaraf martabat manusia sebagai ciptaan yang melebihi segala ciptaan lain.

Setiap orang bisa berkata bersama wanita ini, “Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah Kudus” (Lukas 1:49). Wanita ini, Maria, adalah tanda kebesaran dan keluhuran yang dapat dicapai manusia, bila hidupnya terbuka dan bersedia menerima kuasa Ilahi. Maria diangkat ke surga (Assumpta) bagi umat beriman merupakan kesadaran dan kepercayaan bahwa tidak ada sesuatu yang fana atau hilang karena segalanya akan masuk dalam keabadian, termasuk badan manusia yang telah menjadi “tanah dan debu” (Kej 3:19).

Peziarahan umat manusia di dunia ini bertujuan mencari kepenuhan hidup, nilai yang sebenarnya dan kenikmatan yang tak akan punah. Inilah misteri kuasa Ilahi yang telah terjadi pada diri Maria, keturunan Adam tetapi tak pernah tersentuh oleh dosa awal dan dosa pribadi. Perlakuan Tuhan terhadap putriNya, Maria, akan menjadi perlakuanNya bagi setiap orang beriman dan setiap orang yang mau disebut putra-putri Maria.

Tidak ada komentar: