Jumat, 31 Agustus 2007

Ibu Bermata Satu

Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya sungguh memalukan. Ia menjadi juru masak di sekolah, untuk membiayai keluarga. Suatu hari ketika aku masih SD, ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia lakukan ini? Aku memandangnya dengan penuh kebencian dan melarikan diri. Keesokan harinya di sekolah 'Ibumu hanya punya satu mata?!?!' Ieeeeee, jerit seorang temanku. Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi.

Ujarku pada ibu, 'Bu. Mengapa Ibu tidak punya satu mata lainnya? Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan,
lebih baik Ibu mati saja!!!' Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak, tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan selama ini. Mungkin karena Ibu tidak menghukumku, tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya sangat terluka karenaku.

Malam itu.. Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku sedang menangis, tanpa suara, seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya. Aku memandangnya sejenak, dan kemudian berlalu. Akibat perkataanku tadi, hatiku tertusuk. Walaupun begitu, aku membenci ibuku yang sedang menangis dengan satu matanya. Jadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi orang yang sukses.

Kemudian aku belajar dengan tekun. Kutinggalkan ibuku dan pergi ke Singapura untuk menuntut ilmu.
Lalu aku pun menikah. Aku membeli rumah. Kemudian akupun memiliki anak.Kini aku hidup dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku teringat akan ibuku.
Kebahagian ini bertambah terus dan terus, ketika.. Apa?! Siapa ini?! Itu ibuku. Masih dengan satu matanya. Seakan-akan langit runtuh menimpaku.

Bahkan anak-anakku berlari ketakutan, ngeri melihat mata Ibuku. Kataku, 'Siapa kamu?! Aku tak kenal dirimu!!' Untuk membuatnya lebih dramatis, aku berteriak padanya, 'Berani-beraninya kamu datang ke sini dan menakuti anak-anakku! !' 'KELUAR DARI SINI! SEKARANG!!'

Ibuku hanya menjawab perlahan, 'Oh, maaf. Sepertinya saya salah alamat,' dan ia pun berlalu. Untung saja ia tidak mengenaliku. Aku sungguh lega. Aku tak peduli lagi. Akupun menjadi sangat lega.
Suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah tiba di rumahku di Singapura.
Aku berbohong pada istriku bahwa aku ada urusan kantor. Akupun pergi ke sana . Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua, yang dulu aku sebut rumah.. Hanya ingin tahu saja. Di sana , kutemukan ibuku tergeletak dilantai yang dingin. Namun aku tak meneteskan air mata sedikit pun. Ada selembar kertas di tangannya. Sepucuk surat untukku.

'Anakku..Kurasa hidupku sudah cukup panjang.. Dan..aku tidak akan pergi ke Singapura lagi..
Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau menjengukku sesekali? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat gembira ketika tahu kau akan datang ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke sekolah. Demi kau.. Dan aku minta maaf karena hanya membuatmu malu dengan satu mataku.
Kau tahu, ketika kau masih sangat kecil, kau mengalami kecelakaan dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu
tumbuh hanya dengan satu mata. Maka aku berikan mataku untukmu.Aku sangat bangga padamu yang telah melihat seluruh dunia untukku, di
tempatku, dengan mata itu. Aku tak pernah marah atas semua kelakuanmu.
Ketika kau marah padaku.. Aku hanya membatin sendiri, 'Itu karena ia mencintaiku' Anakku! Oh, anakku!'

Pesan ini memiliki arti yang mendalam dan disebarkan agar orang ingat bahwa kebaikan yang mereka nikmati itu adalah karena kebaikan orang lain secara langsung maupun tak langsung. Berhentilah sejenak dan renungi hidupAnda! Bersyukurlah atas apa yang Anda miliki sekarang dibandingkan apa yang tidak dimiliki oleh jutaan orang lain! Luangkan waktu untuk menDOAkan ibu Anda! (Author: Unknown)

Pesan Ekologi: Yesus adalah Air Kehidupan

Oleh: P. Benno Ola, Pr

(Harian Global, Kolom Religi Katolik, Kamis, 30 Agustus 2007)

Dalam Alkitab, air mengandung kekuatan Ilahi. Roh Allah melayang-layang di atas air (Kej 1:2). Air adalah lambang hikmat dan pengajaran Ilahi (Yes 55:1-3; Mzm 35:9). Ketika Yesus bersabda: Aku adalah air kehidupan kepada perempuan Samaria (Yoh 4:13-16), Yesus sedang berbicara mengenai diri-Nya adalah wahyu Ilahi dan Roh Kudus (Yoh 7:38-39); Ia adalah air kehidupan yang diberikan kepada orang yang percaya kepada-Nya.

Yesus adalah air kehidupan. Dengan sabda ini, Yesus menyampaikan bahwa dari dalam dirinya akan membual kuasa Ilahi, yakni Roh Kudus, dan kita datang kepada-Nya. Maka setiap orang yang menjadi Kristen, dibaptis dengar air suci. Inilah tanda orang diangkat menjadi anak Allah dalam Roh Kudus. Masaru Emoto, seorang dokter pengobatan alternatif, menulis buku Mujizat Air (The Miracle of Water). Dalam ketekunan sebagai seorang peneliti, ia menemukan bahwa air dalam kristal-kristal bekunya menunjukkan bentuk sesuai apa yang kita ucap dan tuliskan tentang air itu.

Bila kita menggunakan kata-kata positif, seperti “kegembiraan, impian, kedamaian, cinta, syukur,” pada air maka air itu akan menghasilkan kristal-kristal yang indah. Sebaliknya, bila kita menggunakan kata-kata negatif, seperti “engkau bodoh, saya tak sanggup melakukannya, tidak bagus” maka air menghasilkan kristal yang buruk, tak harmonis, kelihatan rusak.

Pesan-pesan spiritual yang disampaikan Masaru Emoto berdasarkan penelitian itu tidak jauh berbeda dengan sabda-sabda Tuhan kita, Yesus Kristus. Kata-kata dapat mempengaruhi air karena getaran, sebagaimana Alkitab mengatakan: “Pada mulanya adalah Sabda (Yoh 1:1); sabda itu adalah kekuatan Allah yang mencintai. Kristal yang paling bagus adalah kristal yang dihasilkan oleh kata dan ucapan “cinta dan syukur” pada air tersebut.

Tubuh kita 80 persen terdiri dari air. Maka ucapan-ucapan kita akan membawa dampak pada diri kita sendiri maupun orang lain. Tuhan bersabda bahwa bukan apa yang masuk dalam perutmu itu yang membuat najis, tetapi apa yang keluar dari hatimu itulah yang menajiskan. Kata-kata semborono dan buruk yang kita ucapkan itulah yang menajiskan kristal-kristal indah yang telah terbentuk. Dengan kata lain, kata-kata itu menajiskan kita.

Sebaliknya, apabila kita mengucapkan kata-kata yang positif, maka dalam diri kita akan terbentuk kristal-kistal indah yang akan menghasilkan pantulan indah dalam jiwa. Kita akan menjadi semakin sempurna sebagaimana Bapa adalah sempurna. Hal ini selaras dengan sabda Yesus sendiri: kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah terlebih dahulu damai sejahtera bagi rumah ini. Dan kalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salam itu kembali kepadamu (Luk 10:5-6).

Tuhan kita Yesus Kristus bersabda: “Akulah air kehidupan.” Air membangun relasi dengan sikap manusia. Dalam Yesus, air mendapat kekuasaan Ilahi. Dan lewat air suci (air yang telah diberkati oleh imam dalam nama Yesus), kuasa Allah dicurahkan kepada kita untuk membersihkan kita dari segala kenajisan. Tuhan berfirman: ”Aku akan mencurahkan kepada kamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu dari segala kenajisanmu.” (Yeh 36:25); air itu akan menguduskan dan melindungi kita dari kuasa kegelapan.

Masao Abe, ahli Zen Buddhis mengatakan bahwa betapa banyak pemahamannya mengenai Buddhisme semakin diperdalam dan diperkaya karena perjumpaannya dengan orang dan ajaran Kristen. Pada kesempatan ini saya juga mengatakan betapa saya semakin diperkaya dan diperdalam menyelami misteri dan makna sabda Yesus: “Aku adalah air kehidupan”. Betapa agung air itu bagi hidup rohani Kristiani. Setiap kali hendak masuk dan keluar Gereja, kita membuat tanda salib dengan air suci.

Kita meminta imam untuk memberkati rumah kita, mobil, usaha dan lainnya dengan air suci. Namun dalam kehidupan, kita mencemari air sungai, air selokan dengan sampah dan limbah. Sumber-sumber air mulai mongering karena hutan-hutan asri kita hancurkan. Inilah bencana ekologis jaman ini. Sebagai murid Kristus, kita telah beriman kepada Yesus. Maka pertama, kita membiarkan Yesus merubah kita menjadi manusia baru, tinggal di dalam-Nya, sang air kehidupan.

Biarkan dahaga dirimu dipuaskan Kristus dengan karunia Roh Kudus dalam kehidupan ini. Kedua, kita semakin meningkatkan penghormatan atas air. Kita tidak membuang sampah ke sungai. Kita tidak mencemarkan air dengan limbah berbahaya. Kita tidak menebang pohon secara serampangan. Kita menanam pohon. Inilah keterlibatan kita dalam pemulihan ciptaan Tuhan. Dan sekaligus tanda orang yang hidup dalam Yesus, sang air kehidupan.

Kamis, 30 Agustus 2007

"Yesus, tentu Kau senang punya mainan
Biarlah saya menjadi bolaMu
Bila Kau angkat, betapa senang hatiku
Jika hendak Kau sepak kian kemari, silahkan.

Kalau hendak Kau tinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja
Saya akan menunggu dengan sabar dan setia
Tetapi kalau hendak Kau tusuk bolamu...
O, Yesus, tentu itu sakit sekali
Namun terjadilah kehendakMu." (salah satu doa St Theresia Lisieux--the patron saint of AIDS sufferers, Aviators, Florists, Illness, and Missions).

Rabu, 29 Agustus 2007

Karunia DOA

Karunia yang Bapa berikan atas nama Yesus
Roh Kudus Allah, datanglah ke dalam hati kami
dan ajarkan kami berkata: "Abba, Bapa."
Ajarkan kepada kami untuk berseru: "Yesus adalah Tuhan."

Ajarkan kepada kami untuk mencintai Allah
dan berpegang padaMu
melalui Engkau, Roh Cinta Kasih
yang dicurahkan ke dalam hati kami.

Dan jika DOA kami sendiri gagal
Engkau yang mengetahui kehendak Allah
BERDOALAH dalam diri kami, DOAKAN kami. (Gal 4; 1 Kor 12; Rom 5:8)

Selasa, 28 Agustus 2007

Bacaan dari St Agustinus

Kitab Suci berkata: "Mereka yang dilahirkan dari Allah dibimbing oleh Roh Allah." Tetapi jangan mengira bahwa kalian yang ditarik bertentangan dengan kehendak kalian--karena jiwa ditarik oleh cinta.

Kalian mendesak: "Bagaimana aku dengan bebas percaya jika aku ditarik?" Aku berkata kepada kalian, mereka itu sama--"mau" dan "ditarik oleh terang." Kalian bertanya: "Apa artinya ditarik oleh terang?"

Kitab Sucilah yang berkata: "Kesukaan dalam Tuhan, dan Dia akan memberikan kepada kalian keinginan hati kalian." Karena hati juga mempunyai kesenangannya.

Apakah indera-indera badan tidak mempunyai kegembiraannya, tidak akan ditulis: "Umat manusia akan menemukan harapan di bawah naungan sayapMu; mereka akan dipenuhi dengan kelimpahan rumahMu, dan Engkau akan memberikan kepada mereka minum dari aliran kesenangan. Karena padaMu terdapat sumber air kehidupan; dan dalam terangMu kami akan melihat terang."
Seorang bocah yang sangat ingin melanjutkan sekolah,tetapi orang tuanya tidak mempunyai uang untuk membiayai sekolahnya. Lagipula ibunya yang sedang sakit membutuhkan biaya untuk membeli obat. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada Tuhan :

Kepada Yth
Tuhan
di Surga

Tuhan yang baik, saya mau melanjutkan sekolah, tapi orang tua saya tidak punya uang.
Ibu saya juga sedang sakit, mau beli obat. Tuhan saya butuh uang Rp 20.000 utk beli obat ibu, Rp 20.000 untuk membayar uang sekolah, Rp 10.000 untuk membayar uang seragam, dan uang buku Rp 10.000. Jadi semuanya Rp 60.000

Terima kasih Tuhan, saya tunggu kiriman uangnya.

Dari: Rio

Rio pun pergi ke kantor pos untuk mengirim suratnya. Membaca tujuan surat tersebut, petugas kantor pos merasa iba melihat Rio , sehingga tidak tega untuk mengembalikan suratnya. Bingung mau di kemanakan surat itu, akhirnya petugas pos itu menyerahkannya ke kantor polisi terdekat.

Membaca isi surat itu, Komandan polisi merasa iba dan tergerak hatinya utk menceritakan hal tsb kepada anak buahnya. Walhasil, para polisi pun mengumpulkan dana utk diberikan ke Rio , tetapi dana yang terkumpul hanya Rp 55.000.

Sang Komandan pun memasukan uang yang terkumpul ke dalam amplop, menuliskan keterangan: "Dari Tuhan di Surga" dan menyerahkan ke anak buahnya utk dikembalikan ke Rio.

Menerima uang tsb, Rio merasa sangat senang permintaannya terkabul, walaupun yang diterima hanya Rp 55.000,-. Rio pun bergegas mengambil kertas dan pensil, dan mulai menulis surat lagi.

"TUHAN LAIN KALI KALO MAU KIRIM UANG, JANGAN LEWAT POLISI, KARENA KALO
LEWAT POLISI DI POTONG Rp 5.000." (kiriman sohib)

Senin, 27 Agustus 2007

Therese de Lisieux

I am a very little soul, who can offer only very little things to the Lord.

I will spend my Heaven doing good on earth

After my death I will let fall a shower of roses.


I feel in me the vocation of the priest. With what love, O Jesus, I would take You in my hands when, at my voice, You would come down from heaven. And with what love would I give You to souls!


But alas! while desiring to be a Priest, I admire and envy the humility of St. Francis of Assisi and I feel the vocation of imitating him in refusing the sublime dignity of the Priesthood.


O Jesus, my Love, my vocation, at last I have found it ... my vocation is Love! Yes, I have found my place in the Church and it is You, O my God, who have given me this place; in the heart of the Church, my Mother, I shall be love.


Everything is a grace, everything is the direct effect of our father's love — difficulties, contradictions, humiliations, all the soul's miseries, her burdens, her needs — everything, because through them, she learns humility, realizes her weakness —

Everything is a grace because everything is God's gift. Whatever be the character of life or its unexpected events — to the heart that loves, all is well.

Sabtu, 25 Agustus 2007

Kamis, 23 Agustus 2007

Meski Kristus ada di setiap waktu
Namun jangan tunda janganlah menunggu
Carilah wajahNya sekarang pun juga
Tanpa menantikan senja.

Kristus sungguh ada dalam diri kita
Meski kita hina meski kita papa
Carilah wajahNya serukan namaNya
Kita pasti dibimbingNya.

Ya Bapa surgawi tolonglah hambaMu
Agar mengikuti Roh Kudus selalu
Hingga hari ini kami sungguh mampu
Mencari wajah PutraMu. Amin.
(Madah Ibadat Pagi Jum'at @ Brevir p.375)
Anda Sudah Bersyukur?
Oleh: Sr Happy, DSA

(Kolom Religi @ Harian Global, Kamis, 23 Agustus 2007)

Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik. Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setianya (Mzm 107:1). Rasa syukur mendatangkan sukacita dan damai. Aku bahagia bukan karena namaku Happy (bahagia), namun karena syukurku yang mendalam atas segala sesuatu yang aku terima. Aku berterimakasih kepada Tuhan karena aku mengetahui bagaimana berterimakasih kepadaNya. Aku berterimakasih kepada Tuhan karena Ia mengajariku bagaimana berterimakasih.

Dari pengalamanku, saat dukacita, kecewa ataupun putus asa melanda, selalu saja ada sesuatu yang akan mengalihkan perhatianku pada sesuatu yang positif. Di saat aku menyadari hal itu, aku bersyukur kepadaNya. Ada saat di mana aku akan mengeluh dan ketika menuliskan peristiwa itu di dalam jurnalku, aku kemudian menyadari sesuatu yang positif dan seringkali aku akhiri dengan ucapan syukur. Memang sangatlah mudah berterimakasih di kala ada sukacita dan gembira, khususnya bila kita mendapatkan berkat yang sungguh nyata kita butuhkan. Akan tetapi adalah sesuatu yang mungkin pula bersyukur walaupun sedang berada dalam suatu kesulitan dan dukacita.

Dua puluh dua tahun yang lalu, kedua orangtuaku mengalami suatu kecelakaan dan akhirnya mereka meninggal. Sudah tentu aku tidak bersyukur atas kematian pribadi yang sangat aku sayangi. “Sudahlah, rencana Tuhan selalu lebih indah daripada rencana kita,” begitulah kata-kata hiburan yang ditujukan kepadaku. Aku berontak dan marah. Diriku diliputi dengan tanda tanya, mengapa... mengapa... dan mengapa? Pada saat itu, tidaklah mungkin aku memahami konsekuensi dari kejadian tersebut, tetapi sekarang aku berterimakasih kepadaNya karena Ia telah membawaku ke tempat aku berada saat ini, di sini dan kini.

Ya, sesudahnya aku dapat bersyukur sebab Dia tidak pernah membiarkan kami anak-anaknya ‘yatim piatu’ dan bahkan kemudian Tuhan membimbing hidupku lebih dekat lagi denganNya. Pengalaman syukurku itu bukanlah suatu pengalaman yang terbilang unik. Mungkin banyak orang yang memiliki pengalaman yang lebih hebat dan luar biasa dariku. Di dalam pengalaman pribadiku tersebut, rasa syukur selalu membawaku lebih dekat dengan Tuhan. Di dalam Kitab Suci, kita dapat menemukan banyak cerita dan contoh yang mengungkapkan rasa syukur. Satu dari cerita tersebut yang menjadi favorit sekaligus sangat bermakna bagiku adalah cerita tentang ‘Kesepuluh Orang Kusta yang Disembuhkan’ (Luk 17:11-19).

Diceritakan bahwa salah satu dari kesepuluh orang kusta itu, setelah menyadari bahwa ia telah sembuh, dia kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring. Ucapan syukur itu memberinya suatu kesembuhan yang sempurna, sukacita dan damai. Di akhir perikop, Yesus berkata kepada orang itu, ”Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Jadi, orang itu disembuhkan dan diselamatkan dari penderitaan karena relasinya dengan Allah (Yesus). Relasi itulah iman. Dalam surat-surat Santo Paulus, ucapan syukur selalu menjadi bagian dari salam pembukanya (Rm 1:8; 1 Kor 1:4; Flp 1:3; Kol 1:3, dsbnya).

Rasa syukur menemani semua perjalanan misinya. Ada banyak sebab dan alasan bagi Rasul Paulus untuk berterimakasih kepada Allah atas semua yang telah terjadi pada dirinya dan orang-orang yang bekerja bersamanya, yang sangat dia kasihi dan cintai. Tapi yang terutama karena relasi umat yang mendalam dengan Yesus Kristus, iman mereka teguh dan kokoh hanya kepadaNya. Inilah kunci rasa syukur itu. Namun mengapa begitu banyak ketidakpuasan dan kekecewaan yang terjadi di dunia jaman ini? Hal ini lebih karena orang-orang tidak mengetahui bagaimana berterimakasih dan bahkan tidak dapat bersyukur.

Di dalam kehidupan ini, kita menerima begitu saja segala sesuatu sebagaimana adanya. Kita pasrah dan pasrah. Bila kita tidak dapat berterimakasih atas hal-hal yang kecil dalam kehidupan, bagaimana kita dapat pernah berterimakasih atas hal-hal yang besar dan luar biasa? Bila kita tidak dapat berterimakasih atas hal-hal yang sederhana dari kehidupan, bagaimana kita dapat berterimakasih atas hal-hal menakjubkan dari kehidupan? Lalu, siapakah yang diuntungkan dengan ucapan syukur itu? Pertama tentunya orang yang memberikan ucapan syukur itu sendiri dan kemudian orang yang kepadanya kita berterimakasih.

Rasa syukur menciptakan suatu relasi dan pada akhirnya menciptakan komunitas. Pun ia menciptakan Gereja dan masyarakat. Sungguh, bila kita awali hari kita dengan ucapan syukur, ia akan berakhir dengan ucapan syukur pada Tuhan pula. Maka, inilah kebahagiaanku: ucapan syukur yang tak henti kepada Tuhan atas segala sesuatu yang aku terima. Lalu, sudahkah Anda (sungguh) bersyukur? Cobalah, dan saya pastikan, Anda akan selalu mengalami sukacita dan damai yang sejati.

Intermeso (Tabloid Aplaus 53)

Gigi Kia AFI Copot

Teks oleh Erni Susanti
Foto Istimewa

PETRUS Kia AFI Subhan ternyata punya pengalaman lucu yang tak terlupakan pas 17 Agustusan. Giginya copot! Begini cerita bintang tamu KRK di Medan dengan tema Mujizat Itu Nyata, "Waktu SD, SMP ikutan balap karung. Gara-gara jatuh, gubrak!!! Gigi copot. Nangis gue."

Tapi walau begitu bukan berarti jebolan AFI 1 (baca: Akademi Fantasi Indosiar) ini pun terus "mengkampanyekan" anti lomba seperti ini. Malah sebaliknya. Simak penuturannya (sambil tertawa super riang), "Yang pasti, jangan dihilangkan yang namanya lomba. panjat pinang, kelereng, makan kerupuk, balapan karung."

Usai upacara, lomba dan segala sesuatu yang beraroma merah putih, pelantun tembang Harus Sampai Di Sini (ciptaan Glenn Fredly) ini berharap kedepannya Indonesia bisa lebih dewasa lagi. Tak hanya untuk Indonesia, mahasiswa UBiNus (Bina Nusantara University) semester 4 ini pun bertekad lebih mendewasakan diri-apalagi mengingat kon­trak dengan AFI Februari lalu telah usai.

Tak main-main, jebolan pertamanya: album solo berirama pop-yang bakal rilis tahun ini-dengan sentuhan romantisme di sana-sini. "Orang belum melihat Kia-nya (masih Kia AFI-red). Tapi ini malah menjadi semangat buat saya untuk bikin kreasi baru. Untuk lebih mendewasakan diri," ucapnya. Bintang iklan Hore (Nutrifood) ini berharap semoga saja setelah album solo perdana ini akan ada album rohani dan album-album berikutnya. "Mohon doanya biar cepat kelar, tahun ini," pinta Kia. Amin.... (www.aplaus.net)

FIT "Tabloid Aplaus" Edisi 53 (18 - 31 Agustus 2007)

HEALING WITH HUMAN AURA

Teks oleh Erni Susanti dan berbagai sumber
Foto oleh Amir & Istimewa

Ternyata warna aura bisa disejajarkan, diarahkan, ditransfer. Seketika, seseorang bisa cantik, sehat, bahkan sembuh dari beragam jenis penyakit yang diderita. Tergantung apa permintaannya.


ADA orang yang cantik, ganteng penampilannya tapi kok tidak suka saja kita melihat dia. Bagaimana ini terjadi? Itulah yang disebut aura. Demikian pula kalau kita dekat dengan seseorang, ngomong-ngomong dengan orang itu, tapi tidak tahan lama. Ini namanya aura juga. Disadari atau tidak, telah terjadi transfer aura (baca: manifestasi dari warna tubuh).

Selain tiga pelapisan dalam tubuh manusia, ternyata ada jendela-jendela maya, yang dalam bahasa metafisik disebut cakra. Cakra inilah yang mengeluarkan warna-warna yang tadi kita sebut aura. Manifestasinya muncul dalam banyak warna, ada kuning, hijau, biru, violet, merah, dan lain sebagainya. Seperti pelangi. Perpaduan warna pun banyak ditemukan.

Beragam warna ini ada yang baik dan tak baiknya-maknanya relatif, tergantung teori yang digunakan-dari China, India ataupun Barat. Sama seperti manusia, pastinya ada yang perilakunya negatif, positif atau kombinasi di antara keduanya. Kabar baiknya, beraneka warna yang timbul ini bisa diarahkan, disejajarkan dengan konsep pelatihan (=terapi quantum). Bahkan kita bisa mengondisikan setiap saat, bagaimana warna aura yang kita inginkan. Ini dia inti konsep healing with (human) aura atau yang kini ngetop dengan sebutan aura healing.

Jangan kaget kalau anda melihat orang yang loyo, sakit, tiba-tiba jadi fit (bahkan cantik!), saat treatment aura healing di Rumah Cantik Citra, misalnya. Ini bukan sulap, bukan pula sihir. Aura bisa diatur sedemikian rupa sampai membentuk inner beauty. Untuk pemula, mesti ada bimbi­ngan instuktur terlatih tentunya, yang pada saat itu dalam kondisi kesehatan prima.

Konsepnya sekilas mirip-mirip prana (=mengarahkan chi). Bedanya, yang bersangkutan juga perlu melakukan gerakan-gerakan tertentu, meditasi juga, untuk memadukan kondisi kognitif, afektif, dan psikomotorik agar bisa matching. Itulah tugas instruktur, mengarahkan emosi kliennya supaya stabil, good looking, sembuh dari penyakit (AIDS sekalipun!).

Teknik Dasar
Untungnya, setiap orang bisa melihat warna aura diri sendiri maupun orang lain, dengan melatih diri untuk berkonsentrasi. Meditasi menuju perkenalan terhadap aura, bisa dilakukan sendiri di rumah. Teknik dasarnya begini: di depan cermin, dengan latar belakang tubuh kita, dengan warna netral (tidak ada warna-warni yang terlalu mencolok), 45 senti di depan cermin, lihatlah sekitar bahu, telinga, kepala. Perhatikan dengan konsentrasi santai, fokus. Pada akhirnya anda akan menemukan warna-warna, sampai kesempurnaan warna itu tadi.

Tak Hafal Mantra
Anda tidak akan dibebani (tidak ada mantra yang mesti dihafalkan), namun harus tetap senyum, rileks, agar konsep penenangan pikiran, hati dan gerak bisa sejalan. Bisa berhasil mengubah warna aura sampai yang diinginkan. Bisa jadi warna yang diinginkan menampilkan pribadi yang lebih optimis, kreatif. Atau warna yang berhubungan dengan seni ingin dikurangi.

Bagi yang tengah mencari jodoh, warna yang berhubungan dengan percintaan yang ditingkatkan. Bisa jadi bagi yang tidak punya wibawa, ingin warna yang relevan karena ia membutuhkannya segera. Seperti pelukis, tergantung bagaimana kita bisa mencampur warna-warni itu dengan serasi, inilah yang dilakukan dalam menyembuhkan diri sendiri lewat aura healing.

Bisa Berubah-ubah
Namun berhati-hatilah untuk memelihara aura baik yang telah tercipta, mengingat warna ini bisa berubah-ubah. Tergantung apa yang kita konsumsi, apa yang kita pikirkan dan apa yang kita lakukan. Bahan-bahan non alami seperti monosodium glutamate, pemanis dan pewarna buatan, pelezat (vetsin), produk instan, dsb. bisa merusak aura-mengubah degradasi warna pada tiga pelapisan di tubuh kita tadi.

Aura yang timbul dari perasaan dendam, tentunya berbeda dengan kondisi romantis. Di sinilah pentingnya mengatur tingkat emosional, tingkat kesadaran, yang pada tingkat keparipurnaan hanya 30% (selebihnya malah berada pada ambang bawah sadar). Di sinilah pentingnya emosi yang diarahkan pada saat tepat, sampai adanya korelasi antara cantik dari dalam dengan penampilan luar (=wajah dan bentuk tubuh), hingga orang yang melihat menjadi nyaman.

Begitulah, ‘dari A sampai Z' perihal aura healing, yang diuraikan panjang lebar oleh Muhar Omtatok, Master Aura Healing di Sumatera (yang juga Ketua Umum Majelis Kaji Metafisika, Ketua Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia).


How-to-Clean Your Aura (10-15 min)

  • Berdiri di bawah air terjun atau shower.
  • Sabuni tubuh anda dengan salt bath.
  • Gunakan jari-jari tangan sebagai ‘sisir'. ‘Sisirlah' sekeliling seluruh badan anda, dari kepala hingga jari kaki. Sebelumnya, bersih­kan tangan anda dengan air yang mengalir dari kran.
  • Berjalan-jalan kala hujan turun.
  • Tebarkan aroma lavender dan atau sweetgrass di sekeliling tubuh anda.
  • Berlari dan bermain lepas di alam bebas.


The Aura Reflect

RED
Lebih atletis, positif, objektif, membumi, dan personal in nature. Merah juga mengeks­presikan kemarahan, kemauan (terlalu) kuat untuk sukses, dan energi tak seimbang antara cinta-seksualitas. Warna kundalini ini turut menunjukkan kemampuan leadership, keinginan to-do-it-yourself, kreativitas, loyalitas, berani berkorban, murah hati dan pecinta kebenaran.

ORANGE
Warna aura campuran merah dan kuning ini menandakan kepercayaan diri, intelektualitas, kreativitas, dan bakat seseorang sebagai magnetic healer. Juga toleransi dan kecintaannya pada keluarga, teman-teman dan kemampuan memecahkan masalah (peacemaker). Negatifnya, sedikit kemalasan, seksualitas yang agresif dan kesadaran diri yang cenderung merusak.

YELLOW
Bila tampak beserta warna merah dan oranye, menunjukkan pribadi intelek dengan kelakuan yang positif dan konstruktif, atau malah sebaliknya. Warna kuning keemasan biasanya adalah warnanya filsuf, guru spiritual. Kalau dicampur warna coklat, abu-abu atau hitam, cenderung menggunakan black magic. Bila berbaur biru, anda biasanya takut ditolak.

GREEN
Warna yang katanya favorit Sang Esa ini berarti adanya keharmonisan, keseimbangan antara material dan spiritual. Pribadi simpatik, sensitif, tulus, suka menolong, kuat, tidak mendominasi, insting bisnis yang kuat. Hijau dengan biru menunjukkan pribadi ha­ngat dan dapat dipercaya. Hijau merah butuh untuk dicintai, hijau oranye berarti anda hi­dup di masa lalu.

BLUE
Simbol ketenangan dan kedamaian, warna spritualitas, kreativitas dan musik. Mencari kebenaran dalam segalanya, pemalu, dan pendiam. Mengindikasikan pribadi melankolis, keinginan untuk menjadi martir. Biru de­ngan oranye mungkin tidak menyukai makanan. Hijau dan biru: very cool. Biru dan indigo dapat menyembuhkan lewat suara.

INDIGO
Warna biru dengan sedikit warna merah be­ning ini menunjukkan seseorang yang de­ngan jujur mencari kebenaran spiritual.

VIOLET
Biru yang dikombinasikan dengan rose pink menunjukkan spiritualitas dan cinta diri. Bisa menyebabkan efek depresi dan melankolis, jadi gunakan warna ini dengan baik.

BROWN
Biasanya merupakan gabungan dan dampak dari warna lainnya: antara merah, oranye, kuning, hijau, dan biru. Namun tidak pernah membiaskan warna indigo, violet atau putih.

BLACK
Hitam pekat menunjukkan tingkat kejahatan. Dalam aura, kelabu dan warna degradasi dari unsur warna hitam, dinilai sebagai sesuatu yang negatif. Namun dalam teori Barat merupakan warna netral.

WHITE
Warna yang sempurna, warna terang, warna keseimbangan. Warna ini biasanya dimiliki setiap orang. Bila mendominasi aura artinya seseorang dilin­dungi Sang Esa (dari ketakutan dan kemarahan) dan dikelilingi cinta. (www.aplaus.net)

Rabu, 22 Agustus 2007

20 BERKAT

1. Mengapa saya berkata "Saya tidak bisa" jika Alkitab mengatakan bahwa saya bisa melakukan segala sesuatu di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada saya (Fil 4:13)?

2. Mengapa saya merasa kurang jika saya tahu bahwa Allah akan memenuhi segala keperluan saya menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus (Fil 4:19)?

3. Mengapa saya harus merasa takut jika Alkitab berkata bahwa Tuhan tidak memberi saya roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, ketertiban (2 Tim 1:7)?

4. Mengapa saya harus merasa kurang iman jika saya tahu bahwa Allah telah mengaruniakan kepada saya ukuran iman tertentu (Rom 12:3)?

5. Mengapa saya menjadi lemah jika Alkitab berkata bahwa Allah adalah terang dan keselamatan saya dan bahwa saya akan tetap kuat dan akan bertindak (Maz 27:1; Dan 11:32)?

6. Mengapa saya harus membiarkan iblis menang atas hidup saya jika Roh yang ada di dalam saya lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia (1 Yoh 4:4)?

7. Mengapa saya harus pasrah kalah jika Alkitab berkata bahwa Allah dalam Kristus selalu membawa kita di jalan kemenanganNya (2 Kor 2:14)?

8. Mengapa saya harus kekurangan hikmat jika Kristus sendiri telah menjadi hikmat bagi saya dan Allah akan memberi hikmat jika saya minta padaNya (1 Kor 1:30; Yak 1:5)?

9. Mengapa saya harus depresi jika saya dapat mengingat bahwa saya dapat berharap pada Allah yang kasih setiaNya tidak habis-habisNya setiap pagi (Rat 3:21-23)?

10. Mengapa saya harus kuatir, resah, dan rewel jika saya dapat menyerahkan segala kekuatiran saya pada Tuhan yang memelihara saya (1 Pet 5:7)?

11. Mengapa saya harus selalu hidup dalam beban jika saya tahu bahwa di mana ada Roh Allah, ada kemerdekaan, dan Kristus telah memerdekakan kita (2 Kor 3:17; Gal 5:1) ?

12. Mengapa saya harus merasa terhukum jika Alkitab berkata bahwa saya tidak ada lagi di bawah penghukuman sebab saya di dalam Kristus (Rom 8:1) ?

13. Mengapa saya harus merasa sendirian jika Yesus berkata Ia akan selalu menyertai saya, tidak akan membiarkan dan tak akan meninggalkan saya (Mat 28:20; Ibr 13:5)?

14. Mengapa saya harus merasa terkutuk atau merasa saya menjadi korban nasib sial jika Alkitab berkata bahwa Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum taurat sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu (Gal 3:13-14) ?

15. Mengapa saya harus merasa tidak puas dalam hidup ini jika saya,seperti Paulus, bisa belajar untuk menjadi puas dalam segala keadaan (Fil 4:11) ?

16. Mengapa saya harus merasa tidak layak jika Kristus telah dibuat menjadi dosa karena kita, supaya di dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Kor 5:21) ?

17. Mengapa saya merasa takut disiksa orang jika saya tahu bahwa jika Allah di pihak saya tidak ada yang akan melawan saya (Rom 8:31) ?

18. Mengapa saya harus bingung jika Allah adalah Raja Damai dan Ia memberi saya pengetahuan melalui RohNya yang diam di dalam kita (1 Kor 14:33; 2:12)

19. Mengapa saya harus terus-menerus gagal dan jatuh jika Alkitab berkata bahwa sebagai anak Allah saya lebih daripada orang-orang yang menang dalam segala hal, oleh Dia yang telah mengasihi saya (Rom 8:37)?

20. Mengapa saya harus membiarkan tekanan hidup mengganggu saya jika saya dapat punya keberanian karena tahu Tuhan Yesus telah menang atas dunia dan penderitaan (Yoh 16:33)? " Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah ! " (Mazmur 46:11a)

Senin, 20 Agustus 2007

Personal Prayer

"Whenever you pray, go into your room and shut the door and pray to your Father who is in secret. (Matthew 6:6).


I went to church, but I came away feeling empty. It was not the sermon or the people with whom I spent Sunday morning. It was me; I needed to find ways to have positive, personal prayer. I needed to go into my room and close the door, to spend more time alone with God, to PRAY each day, and to be specific about what I needed from God.

In Matthew 6:5-8, I saw five things Jesus was saying. Once I recognized them, they changed me and the way I PRAY. Now when I PRAY, I believe that God is listening and will respond. I believe in miracles. I do not give up on prayer; I PRAY and PRAY and PRAY, knocking on the Lord's door until it opens. I expect something great to happen, and I PRAY specifically.


Now I PRAY everyday in a private place. I simply speak to God as I would talk to my father. I try to be responsible and to work with God instead of saying, "I'm in a mess. Save me!" I tell God exactly what is going on in my life, and we work together to find solutions. Because I am not relying on church as my only avenue for relating to God, going to church has become more rewarding.


Prayer : Dear God, teach us to PRAY. Amen.

Thought for the day: How can I PRAY in a positive, personal way?

Prayer focus: Those learning to PRAY. (Lee Daniel Vending II, Texas, TheUpperRoom).

Kamis, 16 Agustus 2007

Bunda Maria, Bintang Orang Beriman

Oleh : Fr. Salvatore M Sabato, OFMConv.
(Harian Global, Kamis, 16 Agustus 2007)

“Tampaklah suatu tanda besar di langit: seorang Perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.” (Wahyu 12:1).

Penglihatan ini berhubungan langsung dengan Mesias dan jemaatNya/Gereja, wanita yang di Taman Eden dijanjikan Allah sebagai tanda kemenanganNya atau pemulihan harmonis dengan manusia, setelah terputus melalui dosa awal. “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini; antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya.”(Kej 3:15).

Umat Katolik memandang penglihatan wanita itu sebagai terwujudnya kasih Allah melalui Bunda Maria yang pada tanggal 15 Agustus dirayakan pengangkatannya ke surga—dengan jiwa raganya—sama seperti PutraNya Yesus dan sekaligus sebagai tanda bagaimana tujuan akhir setiap orang beriman, yaitu bersatu dalam persekutuan abadi dengan Allah. Bunda Maria yang diangkat ke surga, bagian dari iman dan Credo Katolik, merupakan karya Ilahi dalam diri wanita ini: “Jiwaku memuliakan Tuhan… karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaKu… HambaNya; kuduslah NamaNya” (Lukas 1:46-49).

Dalam peristiwa terhadap wanita ini, kita memandang, sebenarnya, panggilan umat manusia dan Marialah telah mencapai titik abadi, yaitu, bersatu dan utuh, jiwa-raga, dalam cahaya dan kemuliaan selamanya dengan Tuhan. Maria, wanita Nazareth, adalah teman seperjalanan, sepeziarahan, tanda agung iman dan harapan bagi kita. Bunda Maria mengajak kita agar jangan tenggelam dalam budaya yang terarah hanya terhadap yang fana, terhadap yang kelihatan dan yang dapat memenuhi selera setingkat kefanaan melulu.

Pada jaman ini, jaman yang gagah dan haus pada yang berkilat dan indrawi, Bunda Maria mendorong manusia yang “segambar dan secitra” Allah agar jangan kehilangan arah dan tujuan akhir hidup, jangan bersikap acuh, egois dan sinis. Dengan memandang wanita ini, kita dapat mengatasi godaan, ketidakpuasan serta keterikatan yang gila di bumi ini serta mensyukuri kemurahan dan kebaikan Tuhan: “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya.” (Lukas 1:46-47).

Dalam diri wanita ini segalanya menjadi besar, luhur dan bernilai. Dengan memandangNya kehidupan kita menjadi suatu panggilan yang penuh tanggungjawab. Kebesaran hidup manusia tidak bergantung pada uang, materi dan golongan di dalam masyarakat, melainkan pada kesetiaan, kesanggupan dan keterlibatan untuk menjadikan bumi ini layak dihuni dan mengembangkannya setaraf martabat manusia sebagai ciptaan yang melebihi segala ciptaan lain.

Setiap orang bisa berkata bersama wanita ini, “Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah Kudus” (Lukas 1:49). Wanita ini, Maria, adalah tanda kebesaran dan keluhuran yang dapat dicapai manusia, bila hidupnya terbuka dan bersedia menerima kuasa Ilahi. Maria diangkat ke surga (Assumpta) bagi umat beriman merupakan kesadaran dan kepercayaan bahwa tidak ada sesuatu yang fana atau hilang karena segalanya akan masuk dalam keabadian, termasuk badan manusia yang telah menjadi “tanah dan debu” (Kej 3:19).

Peziarahan umat manusia di dunia ini bertujuan mencari kepenuhan hidup, nilai yang sebenarnya dan kenikmatan yang tak akan punah. Inilah misteri kuasa Ilahi yang telah terjadi pada diri Maria, keturunan Adam tetapi tak pernah tersentuh oleh dosa awal dan dosa pribadi. Perlakuan Tuhan terhadap putriNya, Maria, akan menjadi perlakuanNya bagi setiap orang beriman dan setiap orang yang mau disebut putra-putri Maria.

Rabu, 15 Agustus 2007

St Benediktus dari Nursia (abad ke-6)




"Tuhan memberi pelangi kasih di setiap badai, senyum di setiap airmata,

berkat di setiap cobaan,
sukacita di setiap tantangan,

lagu merdu di setiap helaan nafas, dan.... jawaban yang indah di setiap DOA."

Selasa, 14 Agustus 2007

Keeping The Faith (Jokes)


** The teacher in our Bible class asked a woman to read from the Book of Numbers about the Israelites wandering in the desert. "The Lord heard you when you wailed, 'If only we had meat to eat!' " she began. "Now the Lord will give you meat. You will not eat it for just one day, or two days, or five, or ten or twenty days, but for a month -- until you loathe it." When the woman finished, she paused, looked up and said, "Hey, isn't that the Atkins diet?"

** My brother-in-law has a great e-mail address. It starts PS81_10b@, to represent the second half of the Bible verse Psalms 81:10, which states "Open wide your mouth and I will fill it." By the way, he's a dentist.

**
As a Dominican sister, I lived in a convent named for a deceased pope. One day while wearing contemporary clothes instead of my habit, I drove into a gas station to get the communal car filled up. After the young attendant topped off the tank, he walked toward my car window to return my credit card. It was clear from his furrowed brow that he had something on his mind. The young man looked at me shyly and pointed to the convent's name, John XXIII Hall, imprinted on the card. "Pardon me," he asked hesitantly, "but how do you pronounce your husband's middle name?" (www.rd.com)

St. Maximilian Kolbe, PRAY for us.....

(Because St. Maximilian evangelized Jews so effectively, liberal Jews occasionally call him an anti-Semite. He was, of course, exactly the opposite).

"The most deadly poison of our times is indifference. And this happens, although the praise of God should know no limits. Let us strive, therefore, to praise Him to the greatest extent of our powers."

St. Maximilian Kolbe

Early Years

Raymond Kolbe was born in Poland on January 8, 1894. In 1910, he entered the Conventual Franciscan Order. In 1912 Kolbe went to Rome, where he studied theology and philosophy at the Pontifical Gregorian University. In 1917 he founded the sodality (devotional association) of the Militia of Mary Immaculate, and was ordained a priest in 1918, taking the name Maximilian.

St. Maximilian Kolbe and the Jews

When Pope John Paul II canonized St. Maximilian Kolbe in 1982, several Jews charged that he had been an anti-Semite. The charges were extreme: “...pursued a relentless anti-Semitic campaign...” and “...rabid racist anti-Semitism...” were typical.

The Record of History

Poles and Jews had lived together for a thousand years. People often ask why Hitler put Auschwitz, his largest death camp, in Poland rather than Germany. It was because Poland harbored the single largest Jewish community in the world. When other European countries persecuted or expelled Jews from their lands, Poland served as a haven for Jews and was the foremost center of Jewish learning and culture. It was the Poles who brought the genocide of the Jews to the attention of the incredulous West. In fact, in Poland there was an underground organization, the Zegota, established expressly to assist Jews.

The City of Mary Immaculate

During the 1920’s Father Kolbe built a friary just west of Warsaw, the City of Mary Immaculate (Niepokalanów), which eventually housed 762 Franciscans. It became Poland’s chief Catholic publishing complex, printing eleven periodicals including a daily newspaper, The Little Daily, with a circulation of 230,000 and a monthly journal, The Knight of Mary Immaculate (Rycerz Niepokalanej), with a circulation of over one million. To better “win the world for the Immaculata,” the friars utilized the most modern printing and administrative techniques. This enabled them to publish countless catechetical and devotional tracts. Father Kolbe served both as superior of the City of Mary Immaculate and director of the publishing complex. Father Kolbe soon added a radio station and planned to build a movie studio.

After travel to Asia, where he founded similar friaries in Nagasaki and India, and envisioned similar missionary centers worldwide, Father Kolbe was recalled in 1936 to supervise the original friary near Warsaw. When Germany invaded Poland in 1939, he knew that his monastery would be seized, and sent most of the friars home. The Gestapo ransacked the City of Mary Immaculate and arrested Father Kolbe with about 40 other friars. They were sent to a holding camp in Germany, then to one in Poland.

Father Kolbe’s Writings

The dynamic Father Kolbe wrote 10,006 extant letters and 396 other writings (newspaper and magazine writings, spiritual conferences, etc.). Of these, 31 refer to Jews or Judaism. Their content is overwhelmingly spiritual and apostolic, with few comments of any kind on contemporary political, social, economic, or other secular concerns.

In his monthly journal, and his daily paper, Kolbe used the printed word to inform the public about national political and cultural problems. The Little Daily championed Catholic moral and social views. For example, when the paper presented the idea that Catholic children should be taught in Catholic schools by Catholic teachers, it was the same as Orthodox Jewish rabbis saying, as they do today, that Jewish children should be taught in Jewish schools by Jewish teachers.

Among Father Kolbe’s writings cited was his appeal that readers pray for the “straying children of Israel,” to “lead them to the knowledge of the truth and the achievement of true peace and happiness, since Jesus died for everyone, and therefore for every Jew also …” The Catholic Church has taught for two thousand years that Christ’s sacrifice redeemed all mankind. Jews have said for two thousand years that they do not accept Jesus as God’s Messiah. It follows that from a Catholic perspective, which Father Kolbe was certainly entitled to proclaim, that the Jews hold to an incomplete revelation and that they would benefit spiritually from embracing Christ.

Father Kolbe believed that the so-called Protocols of the Learned Elders of Zion, a master plan for Jewish world domination later shown to be an virulently anti-Semitic Russian forgery, was an actual plan drawn up by Zionists. During the 1920s, when Father Kolbe read the Protocols, many Polish Jews as well as Catholics assumed that they were a Zionist plan. Father Kolbe mentioned the Protocols in two articles. Reflecting the Protocol’s rhetoric, Father Kolbe referred to the people who had apparently published it as “a cruel, crafty, little known Jewish clique,” a “small handful of Jews [who had let themselves] be seduced by Satan.” Jews use comparable language in condemning the Protocols.

A Shelter for Jews

On December 8, 1939, the Gestapo released Father Kolbe. He returned to the City of Mary Immaculate, where he and the other friars began to organize a shelter for three thousand Polish refugees, including two thousand Jews. The friars shared everything they had with the refugees. They housed, fed and clothed them, and brought all their machinery into use in their service.

Father Kolbe’s sheltering of these two thousand Jews aroused the Nazis to full fury. To incriminate him, the Gestapo permitted one final printing of the “Knight of Mary Immaculate” in December of 1940. It was in this issue that Father Maximilian wrote: “The real conflict is inner conflict. Beyond armies of occupation and the catacombs of concentration camps, there are two irreconcilable enemies in the depth of every soul: good and evil, sin and love. And what use are victories on the battle-field if we ourselves are defeated in our innermost personal selves?”

On February 17, 1941, Father Maximilian was again arrested, this time on charges of aiding Jews and the Polish underground. Gestapo officers who were shown around the whole monastery were astonished at the small amount of food prepared for the brothers. Father Maximilian was sent to the infamous Pawiak prison in German Occupied Warsaw, and was singled out for special ill-treatment.

On May 28, 1941 the Nazis closed the the City of Mary Immaculate and took Father Kolbe, with four of his companions, to Auschwitz, where he died.

Heroic Sacrifice

At Auschwitz, after a prisoner escaped, the Nazis chose ten men to be killed. When Franciszek Gajowniczek, protested that he had a wife and children, Father Kolbe stepped forward and offered to replace Gajowniczek among those killed. Father Kolbe was thrown into a starvation bunker, where he taught the Catholic faith to the others in the bunker and prayed with them as they died one by one. After two weeks, Father Kolbe remained alive. Finally, on August 14, 1941 the Nazis injected phenol into his veins, killing him at last. Franciszek Gajowniczek survived and told the story of Father Kolbe’s heroic sacrifice to everyone he could until his death in 1997.

Church Honors

Father Maximilian was a fervent advocate of devotion to the Virgin Mary and a ground-breaking theologian. His insights into the Immaculate Conception anticipated the Marian theology of the Second Vatican Council and further developed the Church’s understanding of Mary as “Mediatrix” of all the graces of the Trinity, and as “Advocate” for God’s people.

On Oct. 17, 1971, Father Kolbe was beatified by Pope Paul VI, the first Nazi victim to be proclaimed blessed by the Roman Catholic church. On October 10, 1982, Pope John Paul II canonized him, proclaiming also that he was to be venerated as a martyr. St. Maximilian Kolbe is considered a patron of journalists, families, prisoners, the pro-life movement and the chemically addicted.

Pray to St. Maximilian especially for the following:

1. The Pro-Life movement
2. Addiction
3. Eating disorders
4. Families
5. Prisoners
6. The victims of discrimination, persecution or genocide
7. The conversion of souls
8. Release of a soul in purgatory
9. Success in new ministry.