Kamis, 13 September 2007

Harian Global, Kamis, 13 September 2007

Panggilan Menjadi Murid

Oleh : P. Stefanus Sitohang, OFMCap

Panggilan Tuhan senantiasa bersifat tegas, mendesak dan menuntut kesediaan tanpa syarat. Seperti ketika Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama. Para murid-Nya pun bergegas meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Dia. Dalam perikop Luk 14:25-33 kita mendengar Yesus berkata kepada para pengikut-Nya: “Jika seseorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Maksud Tuhan tentu saja bukan supaya kita sungguh membenci ayah, ibu dan kerabat kita, tetapi supaya kehidupan kita semua berporos kepada Kristus. Semua hubungan manusiawi dan harta dunia mendapat proporsi yang sebenarnya. Seluruh hidup kita harus tertuju pada Kristus, yang lain-lainnya hanya berarti dalam hubungan dengan-Nya dan menjadi nomor dua.

Mengapa Yesus memberikan persyaratan yang begitu berat untuk menjadi murid-Nya? Jawabannya jelas. Pertama, Yesus tidak mau para pengikut-Nya setengah-setengah alias setengah hati. Menjadi murid Yesus berarti bersedia menderita dan bangkit bersama Yesus. Syarat yang harus dipenuhi memang sangat berat, karena menuntut nyawa sendiri yang harus dikorbankan.

Kedua, justru menyatakan bahwa Dia satu-satunya pilihan bagi manusia. Memilih Yesus berarti segala-galanya, tak ada sesuatu pun di dunia ini yang mampu menyaingi-Nya. Dengan meninggalkan segala-galanya, tak ada lagi kekuatan dunia yang menghambat. Ia bebas untuk mempersembahkan segala-galanya kepada Allah demi keluhuran Tuhan dan kesejahteraan sesama.

Tuntutan Yesus demikian berat apalagi bila dikaitkan dengan gaya kehidupan manusia modern yang lekat dengan harta dan dipengaruhi pemikiran yang serba instan. Bukankah ini terlalu muluk-muluk? Kalau Tuhan berbicara tentang hubungan keluarga dan harta milik, maka yang pertama-tama Dia minta ialah perubahan mental. Kita mau menjadi manusia yang lebih simpatik, lebih sederhana dalam kata dan perbuatan, lebih mengutamakan mereka yang tidak memiliki apa-apa.

Kita berusaha membuka pintu hati kita selebar-lebarnya untuk orang lain, menyediakan waktu kita untuk mereka yang kurang beruntung hidupnya. Singkatnya, kita mau belajar menerima dan menanggung salib kehidupan dengan menaruh kepercayaan yang utuh akan penyelenggaraan Ilahi, dengan sikap rela dan terbuka, dengan lemah lembut dan rendah hati.

Mengikuti Yesus di zaman ini mungkin semakin sulit karena terlalu besar tantangan dan risikonya. Pertama, tantangan budaya materialisme, budaya konsumerisme dan hedonisme. Manusia saat ini tidak lagi dihargai karena kepribadian dan komitmennya, tetapi karena apa yang dimilikinya: rumah, mobil, deposito, jabatan, dsb. Semua itu bisa menjadi dewa baru bagi manusia dewasa ini, mengikuti Tuhan seutuh-utuhnya menjadi sulit.

Kedua, tantangan dan risiko yang datang dari mereka yang tidak menghendaki kehadiran kita. Karena mengikuti Yesus kita sepertinya senantiasa dimusuhi. Barangkali kita merasa terus diancam, diteror, diasingkan dengan pelbagai cara. Situasi ini bisa muncul secara intern maupun ekstern. Singkatnya, risiko senantiasa muncul dalam pencapaian suatu tujuan mulia sekalipun.

Mungkin kita termasuk orang yang bukan murid-Nya. Kita sama sekali tidak perlu malu atau merasa rendah diri mengakui hal itu. Memang Yesus menuntut yang tinggi-tinggi dari kita, hari demi hari, minggu demi minggu. Kita berhadapan dengan seorang guru yang keras, yang menuntut segala sesuatu dari diri kita, tetapi kita juga berhadapan dengan seorang guru yang penuh belaskasihan. Dia menegur Petrus bila perlu, berdoa baginya dan memandang dia dengan penuh cinta setelah dia jatuh dalam dosa. Kita tidak pernah ditinggalkan seorang diri dalam tuntutan ini.

Satu hal yang mungkin ditanyakan Yesus kepada kita pada saat ini ialah: “Setelah Anda mendengarkan tuntutan-tuntutan ini, apakah Anda mau mengikuti Aku atau mengundurkan diri?” Jawaban terletak pada kita. Sekiranya kita dapat menjawab dengan jujur dan penuh kerendahan hati, Dia akan memegang tangan kita dan berkata kepada kita sebagaimana dahulu Dia berkata kepada para murid yang pertama: “Mari, ikutlah Aku!”

Yesus memanggil Petrus bukan karena dia kuat, melainkan karena Dia menguatkannya. Mencintai Yesus berarti “memanggul salib” dan “melepaskan diri dari segala milik kita”. Bila bersedia kendati banyak rintangan, Dia juga menguatkan dan menopang kita dengan rahmat-Nya. Anda mau ditopang?

WAYAN dan keluarga tinggal di tengah hutan, dikelilingi danau dan jauh dari keberadaan orang-orang. Kesulitan demi kesulitan hidup dialami oleh Wayan. Dengan mengandalkan apa yang ia dapat dari hutan dan danau, ia mencoba menghidupi keluarganya. Sampai satu peristiwa mengubahkan hidup Wayan.

Kalau saya tidak mendapatkan dari danau, saya mencari makan dari hutan, mencari-cari jamur. Sewaktu saya tinggal di hutan dan menjadi nelayan, saya tidak pernah makan nasi. Saya makan singkong dan pisang saja. Makannya direbus atau dimakan begitu saja. Itu dimakan oleh saya dan juga anak-anak saya. Begitulah keadaan kehidupan saya, dan tentang anak-anak saya, apa yang saya makan mereka mau tapi sambil menangis.

Sulitnya mencari nafkah untuk menghidupi istri dan anak-anak serta dengan penghasilan yang tidak menentu membuat Wayan putus asa. Sampai suatu saat ia mempelajari ilmu perdukunan yang diturunkan kepadanya sebagai ilmu warisan dari kakeknya.

Ilmu yang saya pelajari di Bali itu istilahnya ilmunya monyet yang saya pelajari kurang lebih selama satu tahun setengah. Itu yang jadi bekal saya untuk melancong kemana-mana. Saya ingin kehidupan saya berubah. Berubah dari kesengsaraan saya. Tapi justru hidup saya tidak berubah, semakin parah jadinya.

Anak saya sakit lumpuh kedua-duanya. Dari situlah saya kehabisan akal. Saya sudah tidak bisa membicarakannya, berpikir saja saya sudah tidak bisa. Mau cari dokter uang tidak punya. Cari dukun itu harus membutuhkan uang dan beras. Kemana saya melangkah?

Saat merasa tidak ada jalan keluar untuk kesembuhan anaknya, Wayan dikunjungi oleh adiknya yang telah lebih dulu mengenal Tuhan Yesus. Saat itulah Wayan diajari untuk berdoa minta kesembuhan untuk anaknya yang sakit lumpuh. Wayan-pun mulai berdoa.

Tuhan Yesus saya percaya kepadaMu karena Engkau telah menyembuhkan banyak orang. Karena anak saya punya penyakit seperti ini. Tolong anak ini supaya sembuh, kalau dia telah sembuh, bisa jalan maka saya akan percaya kepadaMu dan saya akan mengikuti Engkau.

Selama tiga hari itu saya terus berdoa siang malam dan terus berdoa. Saya bersyukur sekali. Terus saya uji semua itu selama enam bulan. Semakin hari dan berjalannya bulan anak saya itu semakin mampu berjalan dan juga semakin sehat.

Setelah melihat kesembuhan anakNya, Wayan dan keluarganya menjadi percaya pada kuasa Yesus. Semua ilmu dukun yang selama ini ia anggap sebagai sumber untuk memperbaiki keadaan ekonominya mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, Wayan menggantungkan seluruh hidupnya kepada Tuhan.

Saya belajar menyanyi Yesus Itulah Satu-satunya : Yesus itulah satu-satunya penolongku yang sungguh. Dia berjanji akan kembali angkat kita semua. Oh Haleluya Puji Tuhan upahmu besar di Surga, ooh... Haleluya Puji Tuhan, upahmu besar di Surga . Setiap hari saya nyanyikan lagu itu, setiap saya ke danau atau kalau masuk ke hutan. Saya terus menyanyi.

Sejak percaya pada Yesus, kehidupan ekonomi Wayan berangsur-angsur pulih. Dia mendapat tawaran sebagai caddy golf dan beberapa pekerjaan sampingan lainnya.

Dari situlah pemulihan ekonomi keluarga saya. Terus saya bisa menyekolahkan anak dan kuliah dari hasil semua itu. Kami merasa bersyukur sekali kepada Tuhan. Tuhan ajaib, terlalu ajaib memanggil saya untuk merubah kehidupan saya.

Sebab itu insaflah dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, bahwa satupun dari segala yang baik yang telah dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, tidak ada yang tidak dipenuhi. Semuanya telah digenapi bagimu. Tidak ada satupun yang tidak dipenuhi.
(Yosua 23:14)

Rabu, 12 September 2007

Dalam DOA Bapa Kami, kita berdoa, "Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan." Kedengarannya agak aneh, sebab mengapakah TUHAN hendak memasukkan kita ke dalam pencobaan?

Sekilas mendengar, permohonan dalam DOA Bapa Kami ini memang kedengaran seolah kita memohon kepada TUHAN untuk tidak memasukkan kita ke dalam pencobaan. (DOA Bapa Kami dapat kita temukan dalam Matius 6:9-13 dan Lukas 11:2-4.)

Dalam pengertian tersebut, permohonan ini kedengaran seolah TUHAN akan dengan sengaja menempatkan kita ke dalam pencobaan dan membuat kita jatuh ke dalam dosa. Terjemahan harafiah dari teks bahasa Yunani memang sungguh, seperti yang kita daraskan, "dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan."

Oleh karena itu, kita patut memahami permohonan ini dalam context-nya. Dalam permohonan sebelumnya, kita meminta Bapa Surgawi untuk mengampuni kesalahan kita seperti kita pun mengampuni yang bersalah kepada kita - suatu permohonan yang amat positif memohon dengan sangat limpahan rahmat penyembuhan dari TUHAN. Jadi, "janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan" harus pula dilihat secara positif: permohonan ini meminta BAPA untuk tidak memasukkan kita ke dalam pencobaan, tetapi bukan dalam pengertian bahwa TUHAN menempatkan kita ke dalam pencobaan. St Yakobus mengingatkan kita, "Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: `Pencobaan ini datang dari ALLAH!' Sebab ALLAH tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan IA sendiri tidak mencobai siapapun" (Yak 1:13). TUHAN kita tidak pernah membuat kita jatuh ke dalam dosa.

Sebaliknya, seperti dinyatakan Katekismus Gereja Katolik, permohonan ini mengandung arti lebih dari sekedar "janganlah membiarkan kami masuk ke dalam pencobaan" atau "janganlah kami dikalahkan olehnya" (No. 2846). Jean Carmignac, ahli Qumran ternama, setelah mempelajari dengan cermat serta seksama, mengemukakan bahwa permohonan ini lebih tepat diterjemahkan sebagai, "BAPA, peliharalah kami agar kami jangan masuk ke dalam pencobaan" atau "agar kami jangan dikalahkan oleh pencobaan." Jadi, kita memahami permohonan ini dalam pengertian bahwa TUHAN memberikan kepada kita rahmat untuk mengenali serta menolak pencobaan. Kita patut menyadari bahwa daya upaya manusiawi kita tidaklah cukup untuk menghadapi segala pencobaan yang mengepung kita dalam kehidupan sehari-hari. Kita membutuhkan pertolongan ilahi untuk membimbing kita hidup kudus.

Selain itu, permohonan ini berseru memohon rahmat untuk bertekun di jalan kekudusan. St Paulus memaklumkan betapa kita terus-menerus membutuhkan rahmat TUHAN. Ia menulis, ". Siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab ALLAH setia dan karena itu IA tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai IA akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya" (1 Kor 10:12-13). Merenungkan perjalanan imannya sendiri di akhir hayatnya, St Paulus menulis dalam Surat yang Kedua kepada Timotius, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman" (4:7). St Paulus menyadari pencobaan dari dunia ini, tetapi ia juga menyadari benar rahmat TUHAN yang memungkinkan dia sanggup mengatasinya dan tetap bertekun.

Demikian pula, St Yohanes dari Avila (wafat thn 1569) dalam suatu khotbah yang disampaikan pada hari Minggu Prapaskah Pertama mengingatkan umat beriman, "TUHAN berdaya kuasa membebaskanmu dari segala sesuatu, dan berkuasa memberimu jauh lebih banyak kebajikan daripada segala yang dapat dilakukan setan untuk mencelakakanmu. Yang dititahkan TUHAN hanyalah agar engkau percaya kepada-NYA, engkau datang dekat kepada-NYA, engkau mengandalkan- NYA dan tidak mengandalkan dirimu sendiri, dan dengan demikian engkau beroleh pertolongan; dan dengan pertolongan ini engkau akan mengalahkan apapun yang ditimpakan neraka atasmu. Janganlah pernah lepas dari pengharapan teguh ini. bahkan jika roh-roh jahat berlegion jumlahnya dan beragam macam pencobaan berat menderamu. Bersandarlah pada-NYA, sebab jika TUHAN bukan penopangmu dan kekuatanmu, maka engkau akan jatuh."

Menggaris-bawahi pemahaman akan permohonan ini, Ketekismus Romawi dari Konsili Trente, dalam uraiannya akan Bapa Kami menyatakan, "Kita tidak memohon agar sepenuhnya dibebaskan dari pencobaan, sebab hidup manusia merupakan suatu pencobaan yang terus-menerus" (bdk Ayb 7:1). Jadi, apakah yang kita doakan dalam permohonan ini? Kita berdoa agar pertolongan ilahi tidak meninggalkan kita, agar kita tidak ditipu, atau terlebih parah, kita dikalahkan oleh pencobaan; dan agar rahmat TUHAN senantiasa ada pada kita guna menolong kita apabila kita lemah, menyegarkan serta menguatkan kita dalam menghadapi pencobaan-pencobaan ."

Gagasan untuk bertekun juga mengundang kita untuk merenungkan masa akhir. Sebagian ahli Kitab Suci mengemukakan bahwa permohonan ini bukan menunjuk pada pencobaan-pencobaan sehari-hari agar jatuh dalam dosa, melainkan mungkin pencobaan akhirat yang hebat ketika kita dicobai untuk menyimpang dari TUHAN. Di sini kita akan menghadapi suatu pencobaan besar di masa mendatang dengan serangan gencar yang mengerikan oleh iblis (bdk 2 Tes 2:1-8).

Doa Bapa Kami versi St Matius menambahkan "tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat" - kejahatan bukanlah hanya satu pikiran, melainkan menunjukkan satu pribadi, yaitu iblis. Iblis adalah si penggoda, setan, yang berusaha menghalangi rencana keselamatan ALLAH dan mencobai kita agar menyimpang dari jalan kekudusan. Ingat pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus berdoa kepada BAPA-NYA, "AKU tidak meminta, supaya ENGKAU mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya ENGKAU melindungi mereka dari pada yang jahat." Sebab itu, kita tidak perlu hidup dalam ketakutan; oleh rahmat TUHAN, kita akan sanggup bertahan.

Sementara kita melewatkan Masa Prapaskah, patutlah kita melakukan pemeriksaan batin dengan seksama, mengenali pencobaan-pencobaan serta kelemahan-kelemahan kita, menyesali dosa dan mendapatkan absolusi sakramental. Patutlah kita memohon dengan sangat kepada TUHAN agar melimpahkan rahmat-Nya guna memberikan kepada kita ketetapan hati yang teguh dalam mengikuti-NYA, guna menjadikan kita senantiasa waspada terhadap pencobaan dan kejahatan, dan agar kita bertekun hingga akhir. (Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom' s Notre Dame Graduate School in Alexandria).

(dari sohib) Say NO to Abortion!!!

Apakah Anda menganjurkan aborsi pada keempat kasus berikut ini?

1. Ada seorang pendeta dan isterinya yang sangat miskin. Mereka telah mempunyai 14 anak. Dan sekarang isterinya mengandung anak yang ke-15. Memperhatikan kemiskinan mereka dan semakin banyaknya penduduk dunia, apakah Anda menganjurkan aborsi?

2. Sang ayah sakit kelamin, sang ibu mengidap TBC. Mereka mempunyai empat anak. Yang pertama buta, yang kedua mati, yang ketiga tuli dan yang keempat juga terkena TBC. Dan ternyata ia hamil lagi. Mengingat kondisi yang sangat ekstrim ini apakah Anda menganjurkan aborsi?

3. Seorang pria kulit putih telah memperkosa seorang gadis berkulit hitam berumur 13 tahun dan ia hamil. Kalau Anda orangtuanya apakah Anda menganjurkan aborsi?

4. Seorang gadis belasan tahun hamil. Ia telah bertunangan. Tunangannya bukanlah ayah anak yang dikandungnya, dan sang tunangan itu merasa sangat terpukul. Apakah Anda menganjurkan aborsi?

Bila Anda menganjurkannya maka:
1. Pada kasus pertama Anda telah membunuh John Wesley, salah satu penginjil terkemuka pada abad ke-19.
2. Pada kasus kedua, Anda baru saja membunuh Beethoven.
3. Pada kasus ketiga Anda telah membunuh Ethel Waters, penyanyi rohani besar berkulit hitam.
4. Bila pada kasus keempat Anda mengatakan ya, maka Anda baru saja menyatakan pembunuhan terhadap Yesus Kristus!!

Selasa, 11 September 2007

Doa Seekor Tikus:

Tuhanku,

Rumahku kecil
Pintunya selalu terbuka
Tak usah ketuk,
Masuk saja ke dalam!
KedatanganMu selalu menyenangkan.

Tuhanku,
tinggallah bersama aku.
(by Angela Toigo)

Sabtu, 08 September 2007


"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,
tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah
dalam DOA dan permohonan
dengan ucapan syukur.
Dama sejahtera Allah, yang melampaui segala akal,
akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
(Filipi 4:6-7)

Kamis, 06 September 2007




"Buah keheningan adalah DOA.

Buah DOA adalah iman.
Buah iman adalah cinta.
Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai."
(Mother Teresa)