Kamis, 19 Juli 2007

Pergumulan Iman Menggapai Kekudusan

Oleh : Carmen Antoinette Chang
(dimuat di Harian Global,
Kamis, 19 Juli 2007)--www.harian-global.com


Seorang “pelayan” Gereja dalam panggilannya masing-masing—entah itu sebagai legioner, anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM), Persekutuan Doa (PD), dan lain sebagainya—seringkali “terjatuh”, “menyerah” dan akhirnya memilih keluar dari komunitas itu, tidak setia lagi pada panggilan pelayanannya, hanya karena hal-hal sepele. Apakah itu karena merasa kurang dilayani ketua ataupun pengurus lainnya dalam komunitas tersebut, atau mungkin karena terjadinya perbedaan pendapat hingga akhirnya menjurus kepada permasalahan pribadi, timbulnya kekecewaan dan sakit hati. Dalam ketidaksempurnaan kita sebagai manusia, mau tak mau kita akan senantiasa mengalami pergumulan iman sedemikian yang sebenarnya amat sangat membantu kita dalam menggapai kekudusan.
Bagaimana tidak. Kita sebagai para “pelayan” sabdaNya telah diberikan kesempatan untuk senantiasa belajar menjadi lembut dan rendah hati, seperti Dia yang juga demikian halnya (Mat 11:29). Seperti Dia yang tidak ingin dilayani melainkan sanggup melayani sesama, bahkan sampai merelakan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mat 20:28). Kita dipanggil untuk senantiasa bersyukur kepada Bapa, Allah kita yang Tritunggal yang memang kudus adanya, dalam suka maupun duka. Dia kudus karena kesempurnaanNya, karena keMahakuasaan-Nya, karena keMahatahuan-Nya (Mat 9:4), karena kasihNya yang tak berkesudahan kepada kita (1 Yoh 4:8).

Sepanjang peziarahan hidup ini, dalam segala pergumulan iman yang kita hadapi, kita dipanggil untuk senantiasa memuliakan Tuhan, berbuat baik kepada sesama dan tekun berdoa untuk menyilih dosa pribadi maupun sesama. Kita dipanggil untuk memberi kasihNya kepada sesama, bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yoh 3:18). Hanya dalam kasih kita yang tidak sempurna dan tidak mahatahu ini bisa meniru kekudusan Bapa. Lewat relasi (Roma 7:19); memberi perhatian, pengertian, tenaga, waktu, dan sebagainya; berkorban perasaan, uang, dan lain sebagainya. Masing-masing kita dipanggil untuk memaafkan, mengasihi orang yang menyakiti hati kita (Mat 5:43-48).

Tidak hanya lewat hal-hal yang dapat terlihat mata, namun juga yang tak kelihatan. Seperti Lazarus yang miskin (nama Lazarus berarti Tuhan penolong saya) yang telah berbuat baik tanpa kelihatan mata. Dia lapar namun tetap tabah, tidak juga bunuh diri (seperti manusia jaman sekarang ini yang dengan gampangnya menyerah dan memilih mengakhiri hidup). Mungkin juga saat itu dia berdoa (kita tidak tahu pastinya karena tidak dijabarkan dalam Kitab Suci). Amat disayangkan Lazarus mati karena kurangnya kasih dari seorang kaya itu (Luk 16:19-31). Begitu banyaknya “Lazarus” di sekitar kita yang membutuhkan kasih, bukannya penghakiman dari kita (Mat 7:1). Marilah kita berupaya sekuat tenaga memenangkan pergumulan iman yang dihadapi dengan senantiasa mengarahkan pandangan pada salibNya; termotivasi untuk mengumpulkan “harta” di surga lewat pahala yang hanya bisa kita kumpulkan saat kita masih di dunia. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah (Gal 6:9). Amin. ("oleh-oleh" Retret Legioner bersama Rm. Silverius Yu, OFMCap).

Tidak ada komentar: