Pelayanan kesembuhan batin (inner healing) terkait erat dengan pelayanan konseling, pelepasan (occultisme) dan pemulihan keluarga. Fokus pelayanan kesembuhan batin adalah memfasilitasi emosi individu yang terluka supaya dapat disembuhkan dengan jamahan kasih Kristus, lewat DOA.
Secara psikologis kegiatan DOA, baik pujian, penyembahan, atau DOA dalam kelompok ternyata dapat menurunkan tingkat stres seseorang. Hasil penelitian menunjukkan, individu yang sering pergi ke gereja, membaca Alkitab dan berdoa, biasanya memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih rendah dibanding individu yang tidak melakukan kegiatan rohani tersebut. Juga ditemukan, individu yang religius memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah, dan menjadi lebih proaktif dalam membina dan menciptakan relasi sosialnya, (Alloy, Riskind & Manos, 2005).
DOA juga memiliki efek menenangkan jiwa seperti efek yang dihasilkan oleh tranquilizer (obat penenang). Dengan DOA, setidak-tidaknya seseorang sedang melakukan katarsis emosi (pelepasan emosi yang menekan). Ia menyerahkan diri kepada Tuhan dan mempersilahkan Tuhan bekerja di dalam hidupnya. Ia berusaha menyelaraskan kehendak dirinya sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka akan terbentuk sikap hidup pemenang, tidak mudah menyerah, dan melatih cara berpikir yang positif.
Memasang "Topeng Kesempurnaan”
Banyak orang yang lahir baru ingin bertumbuh dewasa dalam iman tetapi tidak dapat mengelola hambatan-hambatan emosinya. Dampak paling beratnya adalah mereka memiliki persepsi yang keliru tentang Tuhan. Misalnya muncul konsep bahwa Tuhan tidak peduli terhadap orang yang bermasalah seperti dirinya. Tuhan dianggapnya kejam. Bahkan mereka yang sudah lahir baru dan aktif dalam pelayanan pun secara tidak sadar tetap berkutat dalam konflik-konflik batin itu. Mereka beranggapan sedang melayani Tuhan, namun secara tidak sadar sebenarnya mereka sedang mengasihani diri sendiri dengan membuat “topeng kesempurnaan” agar tidak terlihat duniawi di mata orang lain.
Kondisi ini membuat ia gampang menghakimi orang lain, terutama jika seseorang melakukan kesalahan. Kesalahan sekecil apapun, baginya, adalah tanda ketidaksempurnaan. Dalam dirinya muncul keyakinan bahwa orang lain tidak sempurna dan hanya dirinya yang sempurna. Dengan konsep ini ia merasa “memiliki hak” untuk menyalahkan semua orang di gerejanya, termasuk gembala seniornya.
Berguru pada Paulus
Akar persoalannya adalah keinginan dosa, walaupun seseorang telah lahir baru. Rasul Paulus pun mengalami hal ini ketika dia melayani jemaat di Roma. Ia bergumul karena ada pertentangan antara batin dengan keinginan tubuhnya (Roma 7 : 13- 26). Jadi, walaupun roh kita telah diselamatkan oleh penebusan Kristus, namun keinginan dosa kadang-kadang masih ingin berkuasa di dalam hidup kita.
Sebenarnya roh kita rindu mengampuni orang yang telah menyakiti kita tetapi keinginan daging masih menuntut untuk dipuaskan dengan cara membenci, menyimpan kesalahan bahkan membalas dendam. Kepada orang-orang yang “terluka” ini gereja harus menyediakan sarana penyembuhan melalui retreat pemulihan, pelayanan konseling dan pelayanan lain yang sejenis agar pertumbuhan rohaninya tidak terhambat dan roda pelayanan tetap berjalan. Sudah menjadi kehendak Tuhan agar orang percaya disembuhkan dan dipulihkan dari luka batin yang mereka alami.
Tuhan itu dekat dengan orang yang terluka (Yesaya 61 : 1, 3 kata remuk disini adalah “bruises” sama dengan pengertiannya dengan luka ; bdk Mazmur 147 : 3 )Kecuali pelayanan, melakukan antisipasi adalah juga cara terbaik seperti dikatakan Amsal 22 : 3.Dengan antisipasi, gereja menjadi lebih bijaksana karena akan lebih siap untuk menghadapi semua kejadian yang belum dapat diprediksi. Langkah konkritnya adalah memberikan wawasan yang mendewasakan iman jemaat. Artinya gereja harus menyelenggarakan pemuridan sehingga
Firman Tuhan dapat menjadi gerak hidup setiap orang percaya. Dengan pemuridan diharapkan jemaat siap mengalami jamahan kasih Tuhan yang nyata agar mampu merespon kejadian-kejadian yang mengecewakan di kemudian hari dengan cara yang Alkitabiah. Rasul Paulus memberikan nasihat kepada Timotius untuk menggunakan Firman Tuhan sebagai sarana untuk mendewasakan iman jemaat (2 Tim. 3 :16-17).
Andreas Tri Winarto, mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; http://www.bahana-magazine.com/
Senin, 18 Juni 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar