Tabloid Aplaus Edisi 48 (www.aplaus.net)
9 - 22 Juni
Teks oleh Erni Susanti
Foto Istimewa
The Oprah Winfrey Show. Sang ratu talkshow wawancara dengan David Crespi yang kini dipenjara (sampai dua kali seumur hidup!) di Central Prison, California. Kim Crespi, istrinya yang tampil di studio Oprah masih mencintainya dan telah memaafkan sang suami, dengan mengunjunginya secara rutin.
BENAR. Itulah yang kini dilakukannya meski sang suami-yang sejak lama menderita depresi-telah membunuh Samantha dan Tessara (5), putri kembar mereka, di kediaman mereka sendiri, secara brutal. Saat itu Kim tengah pergi ke salon, dengan maksud untuk menggunting rambut. Bahkan wanita penuh cinta ini hingga kini masih tinggal di tempat terjadinya tragedi berdarah sekitar 20 menit itu, "Banyak kenangan manis di sini," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.Dr Michael Welner, Forensic Psychologist yang juga tampil di talkshow ini menyayangkan ketidakterbukaan Crespi pada terapis, ibu ataupun istrinya selama masa perawatan. Mengapa tak pernah sekali pun pria yang sempat gagal bunuh diri itu mengungkapkan kalau di benaknya pernah terlintas pikiran untuk menyakiti istri dan kedua putrinya. Crespi takut dianggap gila!Berapa banyak kegilaan yang terjadi setiap harinya? Berapa banyak kecelakaan lalu lintas, luka karena kecerobohan sendiri, peperangan, dan kekerasan terhadap diri sendiri, keluarga ataupun orang lain? Berapa banyak yang mengalami gangguan mental, semacam kecemasan, depresi, merasa tak berdaya, putus asa?
Hasil studi Bank Dunia menunjukkan global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1 persen, jauh lebih tinggi dari tuberklosis (7,2 persen), kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4 persen), atau malaria (2,6 persen). Meski bukan penyebab utama kematian, gangguan jiwa merupakan penyebab utama disabilitas pada kelompok usia paling produktif, yakni antara 15 s/d 44 tahun. World Health Organization (WHO) sempat memperingatkan Indonesia agar memperhatikan kesehatan mental masyarakatnya; sampai-sampai memprediksi tahun 2015 kesehatan mental masyarakat Indonesia dalam kondisi mengkhawatirkan-yang jika tidak segera diatasi, akan seperti kasus narkoba dan HIV/AIDS. Sakitnya mental masyarakat bisa jadi didalangi pengaruh fisik, psikologi, ekonomi, sosial, politik, dan beragam faktor lainnya.Konseling IndividuDalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa, terdapat lebih dari seratus penyakit akibat gangguan jiwa. Gangguan jiwa serius seperti skizofrenia, maniak depresif, ansietas (kecemasan) dan depresi; yang mempunyai gejala-gejala yang disebut psikosis (mendengar suara-suara saat tidak ada orang lain di sekitarnya, percaya hal yang aneh, ketakutan, kebingungan, emosional, atau berbicara ngawur).
Bagaimana cara mengatasinya? Mulailah dengan konseling individu, baik dengan dokter ahli jiwa (psikiater), sampai perawat jiwa lintas agama yang telah berpengalaman. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Dr G Pandu Setiawan SpKJ sempat menyatakan, yang memutuskan kondisi mental seseorang itu sehat atau tidak adalah dokter ahli jiwa atau psikiater, bukan psikolog. "Pendapat psikolog diperlukan, namun hanya sebagai penunjang," tegasnya.Mereka lah yang dapat memahami "pasien" agar mampu melihat dirinya sendiri, kondisinya, melihat alternatif pilihan dan memutuskan untuk mengatasi masalah.
Seperti yang dilakukan Rm. Yohanes Indrakusuma OCarm, dibantu para frater CSE dan suster PKarm; tidak hanya menyembuhkan "pasien" gangguan fisik namun juga gangguan mental.Mereka kerap membiarkan seorang yang konseling pribadi meluapkan emosi untuk melepaskan beban mentalnya, membicarakan keadaannya, mengarahkan pemikiran ke depan, menunjukkan peluang yang bisa dipilih. Dan yang terpenting, percaya kepada kuasa penyembuhanNya, apapun agama yang dianut."Merupakan panggilan kita semua untuk membawa jiwa-jiwa (terlebih bagi yang mengalami gangguan) ke dalam komunitas. Pertama, ajak mereka untuk bertobat, baru diajak untuk belajar dan kemudian barulah kita bisa melayani sesama," sharing Rm. Yohanes di Pertapaan Karmel Talun Kenas.
Perawatan dan Cinta
Para ahli jiwa menyarankan perlunya melakukan pemeriksaan kesehatan mental minimal 1 tahun sekali, sembari terus mengasah kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan memberikan dukungan sosial terhadap teman atau orang-orang yang membutuhkan.Perubahan paradigma penanganan gangguan mental pun terjadi. Dari perawatan di rumah sakit jiwa menjadi perawatan berbasis masyarakat. Dalam penanganan gangguan mental, tak perlu malu untuk mencari pertolongan. Pengobatan gangguan mental tidak harus seumur hidup, dan disertai obat relatif mahal.
Gangguan mental adalah kondisi sakit yang sama seperti penyakit lain. Ada masa-masa pemulihan dan masa-masa kambuhnya.Bukan berarti penderita adalah orang yang aneh, bodoh, jahat, jorok, ataupun pemalas. Mereka hanyalah seorang dengan gangguan jiwa, yang menderita penyakit. Mereka bukan orang yang punya masalah kepribadian, hilang ingatan, ataupun lemah. Mereka adalah orang dengan kondisi memerlukan perawatan medis dan tentunya, cinta...
Senin, 11 Juni 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar