
Teks oleh Erni Susanti Foto oleh Amir
"Kita boleh terbuka, tapi tidak langsung kebablasan. Seperti McDonalds (McD), kita kan memang suka makannya," komentar Porman Wilson, sastrawan asal Medan.
KETERBUKAAN pada lifestyles, gaya hidup dari manapun itu-entah Amerika, Eropa, China ataupun India-memang penting, seperti yang disebutkan Porman barusan. Kondisi ini dipastikannya tidak akan menjadi masalah, no problemo! selama kita senantiasa bisa mem-filternya. Selama kita tidak bisa bertahan, kita juga tidak bisa menolak. Solusinya, kalau bagus kita ikuti. Kalau tidak, jangan.
Norma-norma kita bisa menjadi panduannya. Juga pastinya budaya lokal dan agama. Dan kalau bisa ada pembatasan, kebijakan pemerintah ataupun dari legislatif untuk menghindari terjadinya monopoli. Tak hanya produk makanan. Sorot pula produk lainnya semisal celana jeans, sepatu, tas, tayangan hiburan dan masih banyak lagi yang lainnya-yang menjadi target favorit "pemain luar". Padahal kita punya Bata, Edward Forrer, Matahari, J-Co dan Bengawan Solo, misalnya.
Cuma masalahnya, bisa nggak produk-produk kita menyesuaikan kaki kita, misalnya, dengan kualitas mereka. Singkatnya, bisa pas lah dengan selera para konsumen. Dan ini nggak bisa dipaksa, termasuk lewat promosi, meskipun promosi yang bagus bisa mengubah image produk ataupun jasa yang tengah dipromosikan. Idealnya, promosi mesti dibarengi kualitas. Kalau bicara soal tayangan hiburan tentunya mesti dibarengi edukasi. Begitulah pendapat Porman.
Tak Semuanya Negatif
Bagaim
ana pula pendapat Jenny Cicilia? Asst. Finance Manager Cordia Caritas Medan ini mengemukakan Bahasa Inggris yang mesti dipakai di tempat kerja diakui menambah keterampilannya bercas-cis-cus dalam bahasanya Uncle Sam. Pengonsumsi burger A&W, ayam goreng McD dan Pizza HUT (cuma saat weekend) ini bilang, sejauh tidak merusak budaya kita, sah-sah saja. Namun sayangnya, realitanya, budaya kita sendiri malah jadi berkurang peminatnya.

"Misalnya, untuk tarian daerah yang berlatih cuma sekitar delapan orang, sementara yang ikut modern dance banyak, bisa sekitar dua puluh orang," cerita pelatih tari yang punya tindikan di hidung ini.Belum lagi clubbing yang mulai menjamur di Medan. Kabar baiknya, aktivitas malam ini tak semuanya negatif, mengingat banyak juga yang datang ke Retro ataupun The Song, misalnya, murni untuk menyalurkan hobinya menari dan mendengarkan musik.
Demikian pula dengan mendominasinya produk luar, sekaliber Guess, Bellagio atau Estee Lauder. Untuk item tertentu-khususnya yang urgen-demi amannya (termasuk kocek) pun dikombinasikan antara produk luar dan dalam negeri. Dengan pertimbangan produk yang mahal (luar negeri) sudah dapat dipastikan bagus kualitasnya, nyaman dan tahan lama. Masih soal penampilan, warna rambut juga masuk perhitungan. Tak hanya pirang kecoklatan, warna merah juga difavoritkan. Kesukaan tampil lain daripada yang lain, mengikuti figur idola (ibu sendiri) pun menjadi acuan anak ke-3 dari 5 bersaudara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar